Selasa, 23 Maret 2010

LILIN-LILIN PERDAMAIAN


Adakah engkau seperti daku merasakan

Gelap serta kelamnya dunia semesta,

Yang dulu pada mulanya diciptakan Tuhan

Terang dan indah damai sejahtera

Kini kegelapan semakin merajalela

Yang membawa bencana serta prahara derita

Menghimpit mencekam serta mengancam manusia,

Tiada lagi damai sejaht’ra

Tanyalah pada hatimu:

Mengapa dunia semula yang diciptakan sempurna,

Kini merana berurai air mata

Tanyalah pada hatimu:

Bukankah ulah manusia yang menciptakan derita

Serta merusak citra damai didamba.

Tetapi tiada guna mengutukinya.

Gelap tiada ‘kan sirna oleh kutukan semata,

Berikanlah cahaya pengharapan kepadanya,

Nyalakan lilin lambang sejaht’ra

Lilin-lilin perdamaian:

Lambang kasih dari TUHAN,

Cinta sesama manusia,

Lalu gelap kelam ‘kan hilang segera.


“Jadilah seperti lilin yang memberikan sinar dan terang bagi orang di sekelilingnya, walaupun harus hancur dan meleleh. Menjadi teladan bagi banyak orang, bukanlah tanpa pengorbanan. Jadilah lilin pembawa terang yang mendamaikan bagi setiap orang.”





Sabtu, 20 Maret 2010

MENILAI ZAMAN






Lukas 12:54-59

Syalom…!

Kalau diperhatikan di ayat 54-56, bahwa perkataan Tuhan Yesus ini ditujukan kepada orang banyak yang ada ketika itu. Khususnya kepada orang-orang yang pada saat itu masih anti kepada Yesus (yang belum percaya kepada Yesus), mereka hendak menguji atau mencobai Yesus. Isi dari ayat 54-56 ini dapat kita pahami, bahwa mengenai soal-soal yang bersangkut paut dengan kejadian-kejadian alam ternyata manusia sangat tanggap dan mempunyai kesanggupan untuk meneliti dan mengetahui gejala-gejala alam (dan memang Tuhan memberikan pengetahuan itu kepada manusia). Itulah sebabnya di sini dikatakan: “Apabila dari arah Laut Tengah di sebelah barat naik awan, maka mereka mengetahui bahwa hujan akan datang (ayat 54). Dan kalau angin berkisar ke selatan dan brtiup dari arah padang gurun Arab, maka mereka mengetahui bahwa akan datang panas terik (ayat 55) dan memang itu terbukti.

Tetapi di bidang kerohanian mereka tidak mengerti keadaan: mereka (manusia) “tidak mengenal/tidak dapat menilai zaman ini”, bukan sebenarnya mereka tidak mau memahaminya, karena manusia memang tidak sanggup menilai zaman, karena itu adalah rahasia Allah. Walaupun kita tidak sanggup untuk menilai zaman, bukan berarti kita tidak boleh berusaha mengartikan apa maksud Tuhan dalam sesuatu yang terjadi. Karena di dalam sesuatu hal kejadian/peristiwa pasti ada hal-hal yang Tuhan mau sampaikan kepada kita. Di sinilah kita harus peka dan jeli. Walaupun kita tidak bisa menilai zaman dengan pasti, tetapi bukan berarti manusia harus tidak mau tahu tentang keadaan zaman yang terjadi. Bukan berarti manusia harus berdiam diri dengan situasi dan keadaan yang terjadi, melainkan manusia harus tetap selalu waspada akan zaman akhir yang akan pasti datang walaupun kita tidak tahu kapan itu terjadi.

Dalam Matius 16:2-3 terdapat perkataan yang sama yang ditujukan kepada pemuka-pemuka agama Yahudi. Yesus mengecam mereka karena mereka tidak mengerti “tanda-tanda zaman”. Banyak orang yang suka berbicara tentang akhir dunia berhubung dengan “tanda-tanda zaman”, maka dari berbagai-bagai kejadian dan keadaan zaman kita ini, mereka mau menarik kesimpulan bahwa akhir dunia sudah dekat. Padahal kalau kita perhadapkan dengan nas-nas dari kitab Injil Lukas ini, sama sekali tidak mendukung pertimbangan-pertimbangan yang semacam itu. Dalam hal ini yang mau disampaikan bukanlah “tanda-tanda zaman”, tetapi yang mau disampaikan di sini, bahwa kita/manusia tidak maklum/tidak mengetahui apa macamnya waktu/zaman dan apa sifatnya saat dimana kita hidup ini. Atau, bahasa sederhananya; kita tidak mau tahu tentang apa yang sedang terjadi tentang waktu/zaman yang sedang kita jalani sekarang ini. Kita terlalu sibuk dengan pekerjaan kita, sibuk mengurusi keluarga kita, bahkan terlalu sibuk dengan diri sendiri, sehingga kita tidak memberikan hati untuk merenungkan apa yang ingin Tuhan sampaikan kepada kita melalui kejadian-kejadian yang terjadi di zaman kita sekarang ini.

Ungkapan “dapat menilai zaman” di ayat 56, dalam bahasa Yunani disebut “kairos”, yang berarti: menginsafi bahwa sekarang sudah waktunya berbuat sesuatu, yakni waktunya untuk menanyakan diri sendiri “apakah yang harus saya perbuat ?” dan kemudian mengambil keputusan yang radikal, yang kemudian diwujudkan dengan tindakan nyata. Tetapi tentunya, keputusan yang kita ambil itu haruslah yang sesuai dengan kebenaran Tuhan. Tegasnya: orang-orang yang tidak senang/tidak percaya kepada Yesus pada waktu itu tidak memahami bahwa mereka hidup pada waktu atau saat yang bersangkutan dengan “tahun kesukaan TUHAN” (bdk. Luk. 4:19), yaitu zaman keselamatan yang telah tiba dengan datangnya Mesias! Mereka tidak memahami bahwa Yesus ini adalah Mesias dan bahwa dengan munculnya Dia itu pada asasnya telah tiba Kerajaan Allah. Dengan perkataan lain: mereka tidak memahami bahwa waktu atau saat itu adalah kesempatan yang Allah berikan kepada mereka untuk bertobat, sehingga saat itu adalah betul-betul “waktu yang menentukan” untuk Kairos. Jadi, berbahagialah murid-murid dan juga orang-orang yang pada saat itu bisa mengambil keputusan yang benar untuk percaya dan mengikut Yesus, karena merekalah orang-orang yang dapat memahami dengan baik “rahasia-rahasia Kerajaan Allah” itu.

Ucapan yang tertulis dalam ayat 57-59, menyerupai perkataan Yesus yang terdapat dalam Matius 5:25-26. Dalam “Khotbah di bukit” kata-kata ini dapat ditanggapi dalam arti biasa, yakni berhubung dengan nasihat untuk berbaik kembali dengan sesamanya (bdk. Matius 5:24). Perkataan yang terdapat dalam ayat 57-59 ini, bisa juga ditanggapi sebagai suatu preumpamaan, yang dapat kita pahami/artikan sebagai berikut: manusia/kita adalah sebagai orang-orang yang sedang pergi menghadap Hakim Adil kita; kalau nanti sudah diucapkan suatu keputusan hakim, maka akan terlambatlah untuk menyesal (kalau keputusan sudah diambil oleh sang hakim, maka tidak ada lagi kesempatan untuk menyesali dan memperbaiki kembali, karena sudah menjadi keputusan dalam pengadilan terakhir); tetapi selama kita masih “sedang pergi” (keputusan belum diambil), kita masih bebas; masih ada kesempatan untuk bertindak, sebab waktunya belum terlambat! Asal saja kita insaf “apa yang benar” (ayat 57), sehingga kita menginsafi bahwa kita sendiri bersalah (kita ada pengakuan tentang dosa dan kesalahan kita, dan tentunya ada permohonan pengampunan dari kita), yakni dihadapan Tuhan Allah! Maka perumpamaan ini menegaskan kepada kita, bahwa sudah tiba waktu krisis, yaitu waktu yang menentukan, di mana kita harus memilih dan bertindak berkenaan dengan soal-soal yang menentukan hidup atau mati. Artinya, sudah tiba waktunya untuk memilih ya atau tidak, bukan lagi waktunya untuk mempertimbangkan, tetapi mengambil keputusan untuk bersikap.

Jadi, intinya adalah bahwa manusia tidak akan pernah bisa menilai zaman dengan pasti yang bersangkut paut dengan zaman akhir. Karena, Yesus sendiri berkata, bahwa Dia juga tidak tahu tentang hal itu, hanya BAPA yang tahu dan itu adalah rahsia Allah. KedatanganNya sama seperti pencuri malam. Tetapi, perlu kita perhatikan bahwa setiap kejadian-kejadian yang ada merupakan salah satu cara Allah berbicara kepada kita, ada maksud dan tujuan Tuhan dalam hal itu. Sehingga kita dituntut untuk peka dan jeli serta selalu waspada. Dan sah-sah saja jikalau setiap kejadian-kejadian yang ada pada zaman sekarang ini kita anggap sebagai tanda zaman akhir, supaya setiap kita sesegera mungkin mengambil keputusan untuk melakukan apa yang Tuhan inginkan dan perintahkan. Artinya, dengan adanya anggapan begitu, kita akan selalu waspada dan selalu berusaha untuk dekat kepadaNya. Selagi masih ada kesempatan dan sebelum terlambat, mari ambil keputusan untuk tetap melakukan apa yang benar dihadapan Tuhan. Amin.

Pdt. Tumpal H. Lubis, STh.